10 Seni teater Tradisional Indonesia
1. Wayang
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum
Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa
pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang
diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.
Wayang merupakan seni
tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali.
Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November
2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita
narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral
and Intangible Heritage of Humanity).
G.A.J. Hazeu mengatakan bahwa
wayang dalam bahasa/kata Jawa berarti: bayangan , dalam bahasa melayu
artinya: bayang-bayang, yang artinya bayangan, samar-samar, menerawang.
Bahasa Bikol menurut keterangan Profesor Kern, bayang, barang atau
menerawang. Semua itu berasal dari akar kata "yang" yang berganti-ganti
suara yung, yong, seperti dalam kata: laying (nglayang)=yang,
dhoyong=yong, reyong=yong, reyong-reyong, atau reyang-reyong yang
berarti selalu berpindah tempat sambil membawa sesuatu, poyang-payingen,
ruwet dari kata asal: poyang, akar kata yang. Menurut hasil
perbandingan dari arti kata yang akar katanya berasal dari yang dan
sebagainya tadi, maka jelas bahwa arti dari akar kata: yang, yung, yong
ialah bergerak berkali-kali, tidak tetap, melayang.
2. Makyong
Makyong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai
sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari
dalam forum internasional. Makyong dipengaruhi oleh budaya Hindu-Buddha
Thai dan Hindu-Jawa. Nama makyong berasal dari mak hyang, nama lain
untuk dewi sri, dewi padi. Makyong adalah teater tradisional yang
berasal dari Pulau Bintan, Riau. Makyong berasal dari kesenian istana
sekitar abad ke-19 sampai tahun 1930-an. Makyong dilakukan pada siang
hari atau malam hari. Lama pementasan ± tiga jam
3. Drama Gong
Drama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif
muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama
modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional
Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan pencampuran dari unsur-unsur
teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali). Karena dominasi
dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat,
maka semula Drama Gong disebut "drama klasik". Nama Drama Gong diberikan
kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya setiap gerak pemain
serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong
Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede
Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar).
Drama Gong mulai
berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah
tahun1970. Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai
menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong
yang masih aktif.
4. Randai
Randai adalah kesenian (teater) khas masyarakat Minangkabau, Sumatra
Barat yang dimainkan oleh beberapa orang (berkelompok atau beregu).
Randai dapat diartikan sebagai “bersenang-senang sambil membentuk
lingkaran” karena memang pemainnya berdiri dalam sebuah lingkaran besar
bergaris tengah yang panjangnya lima sampai delapan meter. Cerita dalam
randai, selalu mengangkat cerita rakyat Minangkabau, seperti cerita
Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya.
Konon kabarnya, randai pertama kali dimainkan oleh masyarakat Pariangan,
Padang Panjang, ketika mereka berhasil menangkaprusa yang keluar dari
laut.
Kesenian randai sudah dipentaskan di beberapa tempat di
Indonesia dan bahkan dunia. Bahkan randai dalam versi bahasa Inggris
sudah pernah dipentaskan oleh sekelompok mahasiswa di University of
Hawaii, Amerika Serikat.
Kesenian randai yang kaya dengan nilai etika
dan estetika adat Minangkabau ini, merupakan hasil penggabungan dari
beberapa macam seni, seperti: drama (teater), seni musik, tari dan
pencak silat.
5. Mamanda
Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari
Kalimantan Selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda
lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara
pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif
menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat
suasana jadi lebih hidup.
Bedanya, Kesenian lenong kini lebih
mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita
kerajaan. Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah
tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima
Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan),
Permaisuri dan Sandut (Putri).
Disinyalir istilah Mamanda digunakan
karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan
Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja.
Mamanda secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang
berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Jadi
mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang
dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.
Asal muasal
Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek
dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi
Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi
Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba
Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga
saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.
Bermula dari
kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik
Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini
dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah
beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda".
Seni drama tradisional Mamanda ini sangat populer di kalangan masyarakat kalimantan pada umumnya
6. Longser
Longser merupakan salah satu bentuk teater tradisional masyarakat sunda,
Jawa barat. Longser berasal dari akronim kata melong (melihat dengan
kekaguman) dan saredet (tergugah) yang artinya barang siapa yang melihat
pertunjukan longser, maka hatinya akan tergugah. Longser yang
penekanannya pada tarian disebut ogel atau doger. Sebelum longser lahir
dan berkembang, terdapat bentuk teater tradisional yang disebut lengger. Busana
yang dipakai untuk kesenian ini sederhana tapi mencolok dari segi
warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng. Biasanya seorang
ronggeng memakai kebaya dan kain samping batik. Sementara, untuk lelaki
memakai baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala.
7. Ketoprak
Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah
Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat
ditemukan ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan
kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan
kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.
Kata ‘kethoprak’
berasal dari nama alat yaitu Tiprak. Kata Tiprak ini bermula dari prak.
Karena bunyi tiprak adalah prak, prak, prak. Serat Pustaka Raja Purwa
jilid II tulisan pujangga R. Ng. Rangga Warsita dalam bukunya
Kolfbunning tahun 1923 menyatakan “… Tetabuhan ingkang nama kethoprak
tegesipun kothekan” ini berarti kethoprak berasal dari bunyi prak, walaupun awalnya bermula dari alat bernama tiprak.
Kethoprak
juga berasal dari kothekan atau gejogan. Alat bunyi-bunyian yang berupa
lesung oleh pencipta kethoprak ditambah kendang dan seruling.
Ketoprak
merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan
bahasa yang digunakan. Bahasa sangat memperoleh perhatian, meskipun yang
digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan masalah unggahungguh
bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa yang
digunakan, yaitu:
- Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)
- Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)
- Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi)
Menggunakan
bahasa dalam ketoprak, yang diperhatikan bukan saja penggunaan
tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu muncul
yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan
spesifik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kethoprak adalah
seni pertunjukan teater atau drama yang sederhana yang meliputi unsur
tradisi jawa, baik struktur lakon, dialog, busana rias, maupun
bunyi-bunyian musik tradisional yang dipertunjukan oleh rakyat.
8. Ludruk
Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal,
yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki.
Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah
grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita
tentang kehidupan rakyat sehari-hari (cerita wong cilik), cerita
perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan
diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Dialog/monolog dalam ludruk
bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa
khas Surabaya, meski kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain
seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda.
Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh
kalangan non intelek (tukang becak, peronda, sopir angkutan umum, dll).
9. Lenong
"Lenong" adalah seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi,
Jakarta. Lenong berasal dari nama salah seorang Saudagar China yang
bernama Lien Ong. Konon, dahulu Lien Ong lah yang sering memanggil dan
menggelar pertunjukan teater yang kini disebut Lenong untuk menghibur
masyarakat dan khususnya dirinya beserta keluarganya. Pada zaman dahulu
(zaman penjajahan), lenong biasa dimainkan oleh masyarakat sebagai
bentuk apresiasi penentangan terhadap tirani penjajah.
Kesenian
teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi
atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul"
yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi,
menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik
gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Pada
mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke
kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika
pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari
penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela
Terdapat dua jenis
lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari
kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor
dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting
kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman
busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya
berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong
ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya
menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong
preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
10. Ubrug
"Ubrug" di Pandeglang dikenal sebagai kesenian tradisional rakyat yang
semakin hari semakin dilupakan oleh penggemarnya. Istilah ‘ubrug’
berasal dari bahasa Sunda ‘sagebrugan’ yang berarti campur aduk dalam
satu lokasi.
Kesenian ubrug termasuk teater rakyat yang memadukan
unsur lakon, musik, tari, dan pencak silat. Semua unsur itu dipentaskan
secara komedi. Bahasa yang digunakan dalam pementasan, terkadang
penggabungan dari bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu (Betawi). Alat musik
yang biasa dimainkan dalam pemenetasan adalah gendang, kulanter, kempul,
gong angkeb, rebab, kenong, kecrek, dan ketuk.
Selain berkembang di
provinsi Banten, kesenian Ubrug pun berkembang sampai ke Lampung dan
Sumatera Selatan yang tentunya dipentaskan menggunakan bahasa daerah
masing-masing.
Teater Ubrug pada awalnya dipentaskan di halaman yang cukup luas dengan tenda daun kelapa atau rubia.
Untuk
penerangan digunakan lampu blancong, yaitu lampu minyak tanah yang
bersumbu dua buah dan cukup besar yang diletakkan di tengah arena. Lampu
blancong ini sama dengan oncor dalam ketuk tilu, sama dengan lampu
gembrong atau lampu petromak. Sekitar tahun 1955, ubrug mulai memakai
panggung atau ruangan, baik yang tertutup ataupun terbuka di mana para
penonton dapat menyaksikannya dari segala arah.